Kenapa penting mengenal karakteristik populasi rayap tanah dan dampak serangannya? Mungkin etelah tahu dampak serangan rayap Anda akan mengatakan penting mengetahui.
Sebagaimana di negara-negara tropika lainnya, di Indonesia rayap dikenal sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting. Serangannya pada kayu konstruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya telah dilaporkan hampir di seluruh propinsi di Indonesia.
Bahkan kerugian ekonomis yang terjadi akibat serangannya pada bangunan gedung terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 kerugian tersebut diperkirakan mencapai Rp. 3,73 trilyun. Sejalan dengan meluasnya pembukaan wilayah hutan, reklamasi lahan, pembangunan pemukiman, serta lahan pertanian dan perkebunan, ancaman serangan rayap pada bangunan gedung, tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan cenderung terus meningkat.
Pengalaman selama lebih dari dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu. Hal ini bukan saja karena kasus serangannya yang sangat banyak dan terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia, tetapi juga karena kerugian ekonomis yang ditimbulkannya sangat besar. Karakteristik populasi rayap tanah dan dampak serangannya perlu diketahui dengan benar.
Kerusakan bukan hanya terjadi pada konstruksi bangunan gedung, tetapi juga komponen arsitektur, meubel, buku serta barang-barang lain yang disimpan di dalam bangunan. Bahkan saat ini bahaya rayap tidak hanya mengancam bangunan sederhana, tetapi juga bangunan-bangunan mewah dan berlantai banyak.
Di Indonesia telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap, lima jenis diantaranya tercatat sebagai perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting, yaitu Coptotermes curvignathus Holmgren, Schedorhinotermes javanicus Kemner, Macrotermes gilvus Hagen, Microtermes inspiratus Kemner, dan Cryptotermes cynocephalus Light. Kemampuan merusak serangga tersebut erat kaitannya dengan karakteristik populasinya yaitu hidup dalam satu koloni dengan jumlah anggota yang banyak dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi, dan karakteristik populasi rayap tanah dan dampak serangannya.
Karakteristik populasi tersebut menyebabkan upaya pengendalian rayap relatif sukar dilakukan. Sampai saat ini pengawetan kayu (wood preservation) dan perlakuan tanah (soil treatment) merupakan dua teknik pengendalian rayap yang populer di masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian di 12 kota di pulau Jawa frekuensi serangan rayap tanah genus Coptotermes pada bangunan gedung berbeda-beda. Frekuensi serangan rayap tanah yang relatif lebih tinggi dibandingkan kota lainnya adalah Bogor, Bandung, Serang, Jepara, Semarang, Sleman, Sidoarjo, Rangkasbitung dan Surabaya yaitu secara berturut adalah 41%, 40%, 34.4%, 36.7% 36,9%, 42.08%, 31%, 37.5% dan 55%.
Sementara itu wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur merupakan kota dengan frekuensi serangan rayap tertinggi, yaitu 88,5% dan 78,3%, namun frekuensi serangan tersebut termasuk kerusakan bangunan gedung oleh rayap kayu kering. Frekuensi serangan rayap terendah terjadi di Kota Yogyakarta yaitu hanya 7,4%. Tingginya frekuensi serangan rayap di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Surabaya, Serang, Bogor, Sleman dan Rangkasbitung dibandingkan kota lainnya diduga karena beberapa faktor seperti tingkat perkembangan kota, kel impahan rayap tanah genus Coptotermes yang berperan sebagai hama bangunan utama, dan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan rayap.
Pembangunan dan jumlah penduduk di beberapa kota dengan frekuensi karakteristik populasi rayap tanah dan dampak serangannya tinggi berkembang relatif lebih cepat sehingga tingkat konversi penggunaan lahan menjadi kawasan pemukiman jauh lebih besar dibandingkan kota lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan yang besar terhadap habitat alami rayap dan merubah perilaku mencari makannya.
Rayap kehilangan sumber-sumber makanan alaminya di dalam atau permukaan tanah dan pada akhirnya mencari sumber makan yang terdapat dalam bangunan gedung. Faktor lainnya yang mendorong tingginya frekuensi serangan rayap di kota tersebut adalah akibat tingginya kelimpahan rayap genus Coptotermes sebagai hama bangunan utama.
Rayap tanah genus Coptotermes merupakan hama bangunan terpenting karena dampak kerusakan dan kemampuannya dalam menyerang bangunan yang lebih tinggi di bandingkan rayap tanah lainnya. Serangga ini mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi lingkungan termasuk kondisi lingkungan yang diciptakan manusia di dalam bangunan gedung
Seringkali Coptotermes mampu membentuk sarang di dalam bangunan dan menyerang bagian-bagian bangunan gedung secara meluas. Kota Yogyakarta memiliki frekuensi serangan rayap yang relatif rendah. Diduga diakibatkan oleh faktor kelimpahan jenis rayap yang lebih rendah dibandingkan kota lainnya, khususnya genus rayap Coptotermes.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perkembangan karakteristik populasi rayap tanah dan dampak serangannya meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, serta ketersediaan makanan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang kuat yang secara bersama-sama mempengaruhi aktivitas rayap. Perubahan kondisi lingkungan akan menyebabkan perubahan perilaku rayap serta kondisi habitat di sarang rayap.